SATU lagi even menarik bakal digelar di Bali. Satu acara bertajuk Festival Tepi Sawah akan digelar di Omah Apik, Ubud , 3-4 Juni mendatang. Dengan semangat menampilkan collaborative art, beragam agenda yang disiapkan seperti workshop seni dan pendidikan lingkungan, serta penampilan seni musik, gerak dan tari. Di dalamnya juga aka nada kolaborasi antara pelaku seni dan pekerja kreatif dari berbagai cabang seni seperti musik, tari, theater, sinematografi, visual arts, kerajinan, serta berbagai cabang seni lainnya.
Sesuai namanya, Festival Tepi Sawah akan memanfaatkan area di tepi sawah sebagai tempat utama kegiatan terutama kegiatan musik dan pertunjukan seni lainnya. Di tempat acara yang unik di pinggiran desa ini, penyelenggara akan merancang panggung khusus, Uma stage, yang melatar-depani panorama simbolik tempat aspirasi ini terlahir, di tepi sawah. Sejumlah seniman yang akan mengisi acara antara lain Tompi, Dewa Alit, Bona Alit, Sisca Guzheng, Brahma Diva Kencana, Nita Aartsen, Jasmine Okubo, Gustu Bramanta, Tebo Aumbara, Dodi Sambodo, dan Fascinating Rhytm Community.
Festival Tepi Sawah digagas tiga pelaku seni, Anom Darsana, Nita Aartsen, dan Etha Widiyanto. Tiga tokoh dari latar belakang yang berbeda ini mencoba memberi perhatian khusus terhadap perpaduan elemen kreatif dengan pendidikan serta penerapan akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. “Kami akan mewujudkan festival ini dengan mengajak berbagai komunitas seni serta membangun beberapa relasi dan networking yang mendukung acara ini. Memberikan kesempatan kepada semua orang kreatif untuk berkarya adalah tujuan kami,” jelas Anom Darsana.
Ditambahkan, keseluruhan festival akan mencerminkan serta membawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan dan prinsip reduce, reuse, recycle (kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang) baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penangan sampah, pembuangan limpah, dan sebagainya.
Munculnya ide untuk menggelar Festival Tepi Sawah didasari pemahaman akan masyarakat Bali yang telah meleburkan diri ke dalam proses berkesenian. Pertunjukan seni musik, tari dan drama, adalah ekspresi yang tidak terpisahkan dari budaya hidup keseharian mereka dalam menjalankan prinsip Tri Hita Karana, yang mengedepankan keselarasan hubungan antar manusia, dengan alam sekitar, dan dengan Tuhannya. Begitulah, Festival Tepi Sawah yang terbilang unik terinspirasi dari siklus dan irama kehidupan masyarakat desa agraria di Bali, yang mewarnai hari-hari mereka dengan kesederhanaan yang damai dan kebersamaan yang selaras, dalam menanam harapannya, memupuk kesejahteraannya, bersabar menunggu hujan berhari-hari; sampai saat ketika bulir padi mulai menguning, mereka bersorak-sorai merayakannya.
Terkait itu pula, Festival Tepi Sawah dimaksudkan sebagai bagian dari sorak sorai itu. Festival ini mendamaikan dikotomi modern versus tradisional dengan mengupayakan collaborative art. Semangat kolektif khas masyarakat Bali menjadi semangat utama acara ini. Ke depannya, Festival Tepi Sawah diproyeksikan sebagai sebuah acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan, yang akan melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni, untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan.
Dalam gerakan kesadaran lingkungan ini, Festival Tepi Sawah berkolaborasi dengan Clean Bali SerieS, sebuah program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak, yang sudah dimulai sejak tahun 2006, dan yang telah aktif menggalang program bulanan “Bali Bersih” di venue festival, Omah Apik, bersama dengan beberapa organisasi dan aktifis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya, untuk memberikan ruang belajar kepada anak-anak setempat tentang Kesadaran Lingkungan. (231/*)