Home BEHIND THE MUSIC Nilai-Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Lagu Pop Bali
BEHIND THE MUSIC tampilkan di SLIDESHOW

Nilai-Nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Lagu Pop Bali

Oleh I Made Adnyana*

Tembang Nyander Korupsi

PADA dasarnya, lagu adalah buah karya cipta seni berupa rangkaian nada yang kemudian diimbuhi dengan kata-kata sebagai lirik lagu. Secara umum, orang mengenal lagu sebagai salah satu media hiburan, dengan kata lain mendengarkan lagu adalah salah satu cara menghibur diri. Karenanya lewat lagu, composer atau seorang pencipta mencoba menyampaikan ide atau gagasan-gagasan mereka.

Sebagai salah satu media hiburan, pesan atau makna yang terkandung dalam lagu juga kebanyakan bercerita tentang keseharian orang pada umumnya. Sudah menjadi pandangan umum pula, salah satu tema lagu yang paling umum dan paling banyak digemari adalah tentang kisah asmara atau percintaan dengan segala dinamikanya. Namun demikian tak sedikit pula lagu yang menyampaikan atau mengungkapkan tema kemasyarakatan umum sebagai kritik sosial. Tak terkecuali dalam perkembangan lagu pop berbahasa Bali, yang memiliki penggemar cukup banyak dari berbagai kalangan, dari anak remaja hingga orang dewasa.

Sebagaimana layaknya lagu berbahasa Indonesia maupun lagu berbahasa asing yang sebagian besar mengangkat tema percintaan, begitu pula lagu pop berbahasa Bali. Sebagian besar lagu pop Bali yang meraih jumlah penggemar cukup banyak, atau saat ini meraih viewer terbanyak di kanal Youtube, adalah lagu bertema kisah cinta. Terlepas dari kegemaran masing-masing, ada fenomena menarik dalam beberapa tahun terakhir, ketika lagu pop Bali mulai menyentuh tema kritik sosial yang tak banyak dipilih sebelumnya. Terlebih lagi dalam dua tahun terakhir ketika pandemi mulai merebak, lagu bertema kritik sosial relatif meningkat jumlahnya.

Apakah dari sekian banyak tema sosial yang diangkat oleh pencipta maupun penyanyi lagu pop Bali, ada yang menyinggung atau membahas mengenai permasalahan hukum seperti kasus korupsi? Pertanyaan ini menarik, karena mengingat keberadaan sekaligus kekuatan lagu sebagai media menyalurkan pesan. Lewat lirik lagu, kritik sosial seperti penegakan hukum dan fenomena korupsi dapat dibungkus dengan rapi dan disampaikan secara lebih ringan dan mudah sampai ke masyarakat luas.

Membahas mengenai nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam lagu pop Bali, tentu saja yang dimaksud tidak secara vulgar menyampaikan kampanye Gerakan antikorupsi, namun menyelipkan pesan moral dalam kisah lagunya. Hal ini telah dilakukan musisi Bali yang membawakan lagu dengan lirik berbahasa Indonesia, seperti grup band Navicula yang mempopulerkan lagu Mafia Hukum, atau penyanyi lagu pop Bali yang pernah merilis lagu berbahasa Indonesia berjudul Sadarlah.

Entah apakah karena kesulitan menemukan tema yang pas atau rangkaian lirik lagu yang menarik, tidak cukup banyak penyanyi atau grup band yang merekam lagu pop Bali bertemakan korupsi. Di antara yang sedikit itu, sebut misalnya grup band Amuba yang membuat lagu berjudul Korupsi atau Agung Ngurah Gatot yang merekam lagu Tembang Nyander Korupsi (keduanya dirilis tahun 2021). Agak jauh beberapa tahun sebelumnya, grup band 4WD pernah merilis lagu berbahasa Bali berjudul Koruptor yang terangkum di album What’s Up Bro.

Lagu-lagu tersebut secara umum mengungkapkan kritik terhadap maraknya kasus korupsi di Tanah Air, dengan menyebutkan dampak korupsi yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Kritik ditujukan langsung kepada koruptor yang dianggap tidak hanya merugikan keuangan negara namun juga merugikan masyarakat umum.

Grup band 4WD

Sesungguhnya ada begitu banyak aspek atau sisi lain dari gerakan antikorupsi, penerapan nilai-nilai antikorupsi yang juga menarik untuk diangkat ke dalam tema lagu pop berbahasa Bali. Lagu berteman tentang korupsi tentu saja tidak harus atau tidak selalu hanya menyebut langsung para koruptor. Penanaman dan implementasi atau penerapan nilai-nilai pendidikan anitkorupsi dalam kehidupan sehari-hari tentu juga menarik untuk diangkat bahkan ada banyak kisah dalam kehidupan masyarakat yang bisa dijadikan sebagai cerminan dari hal tersebut.

Secara umum nilai-nilai antikorupsi diuraikan menjadi 9 sikap, yang secara garis besarnya dibagi ke dalam tiga aspek atau kelompok besar. Pertama, aspek inti nilai antikorupsi yang meliputi kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Kedua, aspek etos kerja yang meliputi kemandirian, kerja keras, dan kesederhanaan. Ketiga, aspek sikap yang meliputi kepedulian, keberanian, dan adil.

Nilai-nilai ini kemudian dapat dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan sehari-hari, bukan hanya bagi mereka yang menjadi pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) namun juga masyarakat secara umum. Tentu saja karena kasus korupsi bisa terjadi tidak hanya pada kalangan ASN namun juga masyarakat umum lain. Bukan hanya pada tingkat kasus besar seperti korupsi keuangan negara atau dana untuk masyarakat, namun juga banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari menyangkut gratifikasi, suap, dan tidakan tidak jujur lainnya.

Dengan memahami hal tersebut, kiranya pencipta lagu pop Bali takkan kesulitan menemukan kisah, cerita dari keseharian yang bisa diangkat sebagai tema lagu. Misalnya mengenai nilai inti antikorupsi, yakni kejujuran, kedisiiplinan, dan tanggung jawab. Begitu pula nilai-nilai pendidikan antikorupsi dari aspek etos kerja yakni mandiri, kerja keras, dan sederhana, sesungguhnya sudah cukup sering diangkat ke dalam lagu pop Bali. Hanya saja karena kekurangpahaman mengenai nilai-nilai antikorupsi, penekanan pesan moral dari lagu tersebut kurang terekspos, atau kebanyakan berlalu sebagaimana lagu biasanya saja.

Memanfaatkan lagu sebagai media kampanye gerakan antikorupsi kiranya perlu lebih ditingkatkan lagi. Selain mudah diterima dan dipahami masyarakat, ada banyak nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang bisa menjadi tema lagu atau disampaikan melalui lirik lagu. Dengan demikian lagu pop Bali kiranya bukan sekadar lagu yang menghibur namun juga edukatif dan memiliki pesan moral yang kuat. Tinggal sekarang bagaimana para penyanyi dan musisi lagu pop Bali menyikapi hal ini.

_______________

*Penulis adalah dosen di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, juga seorang jurnalis yang konsen pada perkembangan musik di Bali. Saat ini tengah menyelesaikan studi doktoral di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Exit mobile version