07/11/2024
Bali tampilkan di SLIDESHOW

Tut Bimbo “Sing Bisa Masebeng Tegeh”

bimbo
Tut Bimbo

DI antara penyanyi lagu pop Bali lawas, pasca eranya Band Putra Dewata (pimpinan AA Made Cakra), nama Bimbo termasuk yang paling populer. Pemunculannya yang khas dengan gitar bolong dan harmonika, membawakan lagu-lagu bertema sosial dengan lirik kocak dan “nakal”, menjadi sesuatu yang baru dan membuatnya cepat menanjak di pembuka tahun 80-an. Apalagi waktu itu, lagu pop berbahasa Bali masih termasuk sesuatu yang fresh, dan jumlah penyanyi juga belum banyak.

Lagu “Buduh” menjadi gebrakan pertamanya, meskipun album itu pertama kali direkam secara sangat sederhana menggunakan tape deck, hanya dengan instrumen gitar bolong dan sapu lidi. Hebatnya lagi, satu album hanya direkam selama 7 jam saja, dari pukul 5 sore sampai tengah malam. Walau begitu, album ini laris manis dan banyak diburu. Bahkan rekaman yang belum diisi label atau belum ada sampul kasetnya, sudah laku dijual.

Sepanjang kariernya sebagai penyanyi yang membawakan sendiri lagu ciptaannya, Tut Bimbo sudah menghasilkan belasan album rekaman. Rata-rata lagu yang dibawakan bertemakan kritik sosial atau fenomena kehidupan sehari-hari. Lirik yang lugas, apa adanya, begitulah karakter Tut Bimbo apa adanya. “Kalau saya bikin lagu, bahasanya tak pernah dibuat-buat, apa yang ada dalam hati, itu yang saya keluarkan,” katanya.

Kesan kocak ditambah jahil atau nyeleneh, tak jarang kemudian membuat lagu-lagu Bimbo dicap vulgar atau jaruh, berbau porno. Namun dengan tegas penyanyi asal Banyuatis, Buleleng ini membantah kalau ia sengaja membuat lirik yang berkonotasi porno. “Banyak yang bilang begitu, katanya lagu saya jaruh. Perhatikan dulu. Saya bikin lirik seperti itu ada argumentasinya, misalnya ketika ada lagu yang mengisahkan tentang kawin sama janda tak perlu repot belajar karena sudah berpengalaman. Berpengalaman apa? Maksudnya berpengalaman dalam berumah tangga. Bukan dalam hal-hal lain yang mengarah ke masalah porno. Jadi kalau ada yang bilang lagu saya porno, itu kasih tergantung persepsi yang mendengarkan. Kalau persepsi awal sudah porno, ya pasti dikira ke sana arahnya,” papar Tut Bimbo panjang lebar.

Baca Juga:  LDR Beda Negara? Kata Nayika, “Aishiteru”

Meskipun termasuk penyanyi papan atas dan banyak diidolakan pada masanya, Tut Bimbo mengatakan sama sekali tak pernah merasa jadi artis. Tak ada yang berubah dalam pergaulannya. Tiang sing bisa masebeng tegeh (saya tidak bisa sok tinggi hati), katanya. Begitupun kalau tampil manggung kemana saja, ia lebih suka berpakai apa adanya. Pernah satu ketika tampil di Nusa Penida, ia ditegur sponsor gara-gara nongkrong di warung. Pihak sponsor beranggapan karena Tut Bimbo adalah artis yang sudah dikontrak, mustinya istirahat di hotel atau penginapan. Dengan santai ia pun berkilah, kalau dilihat dari surat kontrak, ia dikontrak untuk menyanyi, bukan dikontrak untuk masalah pergaulan. Jadi ia pun merasa tak salah jika berbaur dengan masyarakat dan penggemarnya.

Karena itu pula Tut Bimbo yang mengaku sedari awal hanya ingin berkarya — tak pernah membayangkan bakal jadi populer — sepanjang kariernya tak pernah mematok tarif untuk manggung. Terlebih lagi jika yang mengajak tampil adalah teman. Ia berprinsip, yang penting hati senang, dan penonton juga puas. Tut Bimbo lebih menempatkan pertemanan di atas segalanya. Baginya, jika sudah mematok tarif untuk main, berarti ia “dibeli”, bukan “menolong”. Justru karena sering “menolong” ia jadi banyak punya teman. Dari ujung Karangasem sampai Gilimanuk, di mana-mana saya merasa punya banyak teman. “Mungkin saya termasuk idealis, hingga saya jadi penyanyi yang lacur. Tapi di mana-mana saya pernah punya nyama,” kata Bimbo yang menyebut kepuasan batinlah yang membuatnya senang dan betah menghibur orang banyak dengan lagu-lagunya.

Kalaupun sekarang ini banyak yang menyebutnya sebagai senior, sesepuh lagu pop Bali, atau malah sebagai penyanyi lagu Bali legendaris, Tut Bimbo hanya tertawa kecil. Ia mengatakan biar ingin tidak seperti tokek, atau burung gagak yang menyebut nama sendiri, biarlah orang lain yang menanggapi. Tut Bimbo yang punya nama asli Ketut Sudiasa, awalnya berkiprah di musik dengan membuat lagu berbahasa Indonesia dan memainkannya sendiri dengan gitar bolong saat siaran di Radio Massachusets (sekarang radio Barong), di Singaraja. Sejak 1973 cuap-cuap di radio, ia juga sempat siaran di Karangasem, lalu Denpasar. Ketertarikannya membuat lagu berbahasa Bali muncul saat bertugas di Karangasem, di mana ia sering kumpul dengan teman-teman dan jadi banyak melihat fenomena sosial yang menarik untuk diangkat sebagai lagu. Nama Bimbo sendiri bisa ditebak, diambil dari nama grup musik nasional asal Bandung, yang digawangi musisi bersaudara, Syam, Acil, dan Iin Parlina. Simpatik akan lagu-lagu Bimbo yang bertutur lugas soal kritik sosial dengan bahasa yang tertata rapi, jadilah Bimbo dipakai sebagai nama udara saat siaran. Setelah nama Tut Bimbo populer tak hanya sebagai penyiar tetapi juga sebagai nama penyanyi lagu pop Bali, nama asli Ketut Sudiasa malah tak pernah dipakai. Menariknya, bahkan nama di akta lahir dan KTP pun kemudian berubah menjadi Ketut Bimbo.

Baca Juga:  EOF, Dari Basket ke Band

Kalaulah hingga di usianya memasuki 60 tahun ini Tut Bimbo masih betah berkecimpung di dunia siaran, ia mengaku alasannya sederhana saja. Ia hanya ingin bisa membuat orang lain senang dan terhibur, terutama dengan guyonan atau candaannya. “Sebenarnya orang seperti saya ini kan ibaratnya mobil, sudah musti masuk dok. Tapi selama orang lain masih senang mendengarkan, saya akan siaran. Tiang lega, ye nau,” demikian Tut Bimbo. *231

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *