
MENGAWALI tahun baru 2022, Tri Puspa memperkenalkan satu rekaman baru. Kali ini sekali lagi ia duet bersama sang suami, Bayu Thakur. Judul lagunya cukup unik, “Penggemar Kedis”. Benarkah lagu ini terkesan jaruh atau mengarah porno?
“Ya nggak bisa dimungkiri memang agak sedikt jaruh kalau dipikirkan, tapi kami sudah berupaya sedemikian rupa dalam video musiknya agar bukan unsur ini yang muncul,” kilah Tri Puspa saat dikonfirmasi mybalimusic.com.
Dari beberapa kalimat dalam lirik lagu pop Bali dengan nuansa dangdut ini, mungkin yang hanya mendengarkan lagunya akan muncul tafsir berbeda. Apalagi penyebutan kata kedis (burung) dan guwungan (sangkar) yang dirangkai sedemikian rupa dan dinyanyikan secara bergiliran, sehingga ada kesan jaruh atau porno. Namun dalam video klipnya memang ada visualisasi burung dalam sangkar.
Ketika pertama kali Dek Artha sebagai pencipta menawarkan lagu “Penggemar Kedis”, Tri Puspa mengaku langsung tertarik dan membeli lagu ini.
“Lagunya kocak. Saya memang suka burung, tapi nggak suka kalau memeliharanya. Kalau melihat burung dan mendengar suaranya, saya sangat suka,” kilah Tri Puspa.
Penyanyi bernama lengkap Ni Komang Tri Puspa Yuli Widyandari ini mengawali kiprahnya di belantika musik pop Bali dengan masuk dapur rekaman pertama kali tahun 2001 di bawah bendera Intan Dewata Record. Cukup lama vakum dari ingar bingarnya dunia musik, Tri Puspa baru muncul lagi tahun 2006 dengan bergabung di album kompilasi produksi Rhido Record.
Puspa mulai muncul lagi di belantika musik pop Bali di tahun 2009, setelah menikah dengan Bayu Takur yang juga penyanyi pop Bali. Kiprah Tri Puspa makin terasa setelah bergabung dengan Harta Pro tahun 2011 dan turut mengisi beberapa album kompilasi. Di antara penyanyi lagu pop Bali wanita, sosok bernama lengkap Ni Komang Tri Puspa Yuli Widyandari ini bisa dibilang termasuk yang paling aktif. Sepanjang 2021 lalu misalnya, ia melepas enam lagu, “Tusing Jodoh Tiang”, disusul “Spanduk Hari Raya”, “Dilema Rumah Tangga”, “Magedi”, hingga yang terbaru “Lebian Gaya” dan “Butuh Dirawat”. (231)