MUSIKBALI.COM – Penyanyi juga pelatih vokal Heny Janawati baru saja menuntaskan hajatan besar, mementaskan opera “Carmen” di auditorium kampus Universitas Kristen Petra, Surabaya. Tak urung, ia mengaku merasa puas karena gawean yang sudah lama direncanakan itu berakhir sukses.
“Sepanjang dua jam pertunjukan, penonton tak berkurang. Memang ada satu dua yang keluar gedung karena ke kamar kecil atau hal lain, tapi kemudian kembali lagi. Bahkan setelah pertunjukan usai, mereka masih banyak yang berbincang-bincang tentang pertunjukan,” cerita Heny.
Ini kali untuk kesekian kalinya penyanyi mezzo-soprano ini bersentuhan langsung dengan lakon klasik yang diciptakan oleh Georges Bizet. Pertama kali ia beruntung mendapat kesempatan memainkan sosok Carmen di Cekoslovakia, tahun 2009, berlanjut penampilan di beberapa negara di Eropa termasuk di Vancouver, Kanada. Di Tanah Air, Heny pernah memerankan Carmen dalam satu pertunjukan di Ciputra Artpreneur, tahun 2016.
Untuk pementasan awal November lalu yang digagas Amadeus Enterprise bekerjasama dengan Divisi pengembangan Musik Gerejawi Petra Christian University, Heny Janawati bertindak sebagai pengarah artistik. Selain dia juga ada Patrisna May Widuri sebagai konduktor dan Onny Prihantono selaku choir master. Pementasan juga melibatkan dengan PCU Choir, Chandelier Choir, Amadeus Orchestra dan Amadeus Dancework.
Heny Janawati
Putri komponis lagu Bali IGB Ngurah Arjana (alm.) ini menuturkan, ide untuk mementaskan lagi Carmen sudah ada sejak lama. Persiapan pun dilakukan berbulan-bulan mulai dari merencanakan pementasan hingga casting, proses latihan serta diskusi koordinasi yang kerap pula dilakukan secara daring.
“Carmen adalah salah satu lakon favorit juga termasuk berat. Untuk pementasan opera di Eropa, dalam setahun pasti saja sekali atau dua kali dipentaskan dan menjadi pertunjukan yang dinanti-nanti,” ujar Heny.
Aslinya, lakon Carmen yang menampilkan lagu berbahasa Perancis, memiliki durasi hingga tiga jam lebih. Namun dengan berbagai pertimbangan, pementasan dipadatkan menjadi sekira duajaman saja. Ada beberapa bagian yang terpaksa dipotong, namun secara keseluruhan tidak mengurangi alur cerita.
Melihat keberhasilan pementasan Carmen, juga respons kuat dari penggemar seni musik yang mulai tertarik kepada olah vokal klasik, Heny pun yakin generasi penyanyi opera di Indonesia akan terus bermunculan. Sejak di zaman Soekarno hingga keberadaan Heny Janawati, memang termasuk sulit menemukan penyanyi yang konsisten menggeluti opera.
Heny pertama kali bertemu dengan Patrisna May Widuri dari Amadeus Orchestra, saat tampil di kota Pahlawan lima tahun silam. Dari obrolan ringan berlanjut serius hingga tercetus untuk menggelar Surabaya Opera Camp, yang kemudian berkembang dan berubah menjadi Surabaya Opera Academy. Gagasan ini muncul untuk membuatkan satu wadah bagi peminat dan penyanyi vokal klasik di Indonesia yang ingin belajar seni Opera. (231)