22/10/2025
Bali tampilkan di SLIDESHOW

Polo Band Sentil Manusia yang tak Pernah Puas

Polo Band

FENOMENA sosial kemasyarakatan tak ada habis-habisnya untuk diangkat menjadi tema lagu. Salah satunya sifat manusia yang selalu merasa kekurangan, tak pernah puas walau sudah punya banyak. Hal inilah yang disentil grup Polo Band dalam lagu terbarunya “Bes Momo”.

Lagu dengan lirik berbahasa Bali yang dirilis di berbagai media sosial sejak akhir pekan lalu ini menjadi karya paling anyar Polo Band setelah tiga semester lebih tak membuat rekaman. “Ada yang berbeda dari lagu kami ini baik konsep lagu maupun video klip. Kali ini kami garap dengan full band, berbeda dengan video klip sebelumnya. Begitu pula untuk musik kali ini lebih nge-rock,” ujar Dek Pol, vokalis Polo Band.

Tema keserakahan manusia yang menjadi ide dasar lagu tak jauh dari keseharian di masyarakat. Sebagaimana ungkapan dalam liriknya, bek ngelah pis tusing dadi ape, bek ngelah mobil ulian baan nyilcil, bek ngelah somah ye demen memitre, bek ngelah pipis masih pasti lakar bangke (banyak uang toh tak jadi apa, banyak punya mobil tapi hasil kreditan, banyak punya pasangan karena suka selingkuh, meskipun banyak punya uang toh akhirnya akan meninggal juga kelak).

“Begitulah ungkapan sepertu judul lagunya, bes momo atau serakah, tak pernah puas,” demikan Dek Pol.

Tahun ini, Polo Band hanya merilis single “Bes Momo”, menyusul dua rekaman sebelumnya, album “Janji Adi” dan “Jaman Edan”. Sejak album kedua yang dirilis akhir 2019 lalu, grup ini mencoba mengangkat tema kisah nyata di masyarakat ke dalam lagunya.

Grup yang dubentuk 2017 ini sedari awal sepakat untuk bermain di jalur lagu berbahasa Bali. Sempat vakum setelah ditinggal dua personel, Dek Pol sebagai pentolan berusaha melanjutkan kiprah Polo Band dengan menggaet personel baru. Hingga saat ini Polo Band masih tetap didukung formasi Dek Pol sebagai vokalis dan gitaris, Pepeng pembetot bass, Edi yang mengisi gitar melodi, dan satu-satunya personek cewek, Putri sebagai penggebuk drum. (231)

Baca Juga:  Ocha Prastya: “Makejang Ajak Keweh”, tak boleh Menyerah