
SATU lagi film asli karya putra daerah Bali telah merampungkan proses syuting. Sembari menyelesaikan proses post production yang sudah mencapai 80 persen, film berjudul “Kapandung: A Stolen Life” ini tengah menjajaki peluang untuk tayang di bioskop secara nasional.
“Dua bulan terakhir ini kami tengah menjajaki, dan intens berkomunikasi agar film Kapandung bisa tayang di bioskop nasional. Prosesnya memang panjang dan persyaratannya cukup berat. Keinginan utama kami menunjukkan bahwa di tengah segala keterbatasan, kita bisa berkarya dan bisa diakui secara nasional,” jelas Komang Indra Wirawan, produser pelaksana dari Gases Films, saat press conference di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar, Minggu (11/4).
Pada kesempatan tersebut ditayangkan trailer film “Kapandung” yang turut disaksikan Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara. Selain awak media, turut hadir para pemeran dan tim produksi yang ambil bagian dalam projek ini. Ketika ditanya kapan film ini bisa disaksikan di bioskop secara luas, Komang Indra Wirawan mengatakan masih berusaha untuk pemutaran secara serentak di jaringan bioskop nasional.
“Kalau cuma berbicara angka, hanya berpikir berapa dapat pemasukan, akhir bulan ini mau tayang, ayo. Tapi segenap tim berkomitmen, kita bersabar dulu menunggu peluang tayang nasional, agar kita bisa tunjukkan secara luas kalau kita sungguh-sungguh dalam berkarya,” tambahnya.
Dikatakan, selama ini masih banyak yang berpikir bahwa seniman tradisi tak mampu bersaing I era digital. Bahwa film Kapandung dimunculkan sebagai garapan modern yang tak lepas dari unsur tradisi. Bahwa Bali memiliki begitu banyak bakat dan potensi di bidang seni tradisi dan modern, yang dalam situasi seperti apapun mampu bersaing secara luas.
Film “Kapandung” ditangani sutradara Johan Wahyudi, didukung pemeran yang keseluruhan asli seniman Bali dari berbagai latar belakang seperti pemain arja, penari, hingga pematung dan seniman peran lainnya. Sebagai pemeran utama ada Jero Mangku Serongga, Ocha Dianti, I Wayan Mendra, Ngurah Senger, Jro Widya, dan Wayan Marya.
Proses penggarapan sedari mematangkan ide hingga syuting, berlangsung sekitar empat bulan. Ide untuk menggarap film dikatakan muncul secara spontan ketika Johan Wahyudi mengatakan punya ide cerita kepada Komang Indra Wirawan. Setelah melalui berbagai diskusi dan mematangkan konsep cerita, penentuan pemain mengalir lancar begitu saja. Nyaris seluruh pemeran yang terlibat langsung menyatakan kesediaan ikut ambil bagian tanpa berpikir banyak ini itu.
Uniknya sampai mulai proses syuting, film ini belum memiliki judul. Hingga saat pengambilan gambar adegan di daerah Sangeh, pemeran mangku mengalami trans, dan dalam dialognya menyebutkan pratima nira kapandung.
“Setelah mendengarkan berkali-kali saat editing, saya tertarik dengan kata kapandung, dan saya yakin memiliki makna mendalam secara sekala dan niskala. Karena itu saya biarkan saja judul ini, tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia hanya untuk menguatkan pemahaman secara luas, saya tambahkan a stolen life,” jelas Johan.

Cerita “Kapandung” bertumpu pada sosok I Gejer, seorang saksi yang selamat dari bencana gunung meletus di tahun 1960-an. Bencana merenggut keluarga serta kehidupannya, dan membawa I Gejer terdampar di suatu tempat. Ia melakoni hidup sebatang kara sebagai juru pencar dengan kondisi sakit-sakitan. Hingga suatu hari ia menemukan sebuah topeng usang terdampar di pantai, dan cerita pun bergulir. Setelah serangkaian kejadian aneh, diketahui topeng itu benda suci atau sesuhunan yang dimuliakan di Kedampal, satu desa nun jauh di seberang laut. Kedatangan seorang urusan dari desa Kedampal menemui I Gejer, pelan-pelan mengungkap masa lalu kehidupan I Gejer. Bahkan setelah bencana lampau, ternyata ia masih memiliki seorang cucu yang selamat dari bencana dan kini tumbuh menjadi seorang gadis dewasa. Apakah I Gejer akan bertemu dengan cucunya?
“Meskipun tidak sepenuhnya merupakan kisah nyata, namun cerita dalam Kapandung ada dan banyak terjadi di masyarakat kita beberapa tahun terakhir, seperti beberapa kali kejadian sejumlah pratima hilang atau dicuri. Ini juga menjadi cerminan apa jadinya ketika kita kehilangan keteguhan, keyakinan kita terhadap sang pencipta. Keyakinan dan keteguhan terhadap Ida Sesuhunan merupakan simbol harmonisasi antara alam, manusia, dan Sang Pencipta,” demikian Komang Indra Wirawan.
Saat ditanya budget yang dihabiskan untuk merampungkan “Kapandung”, Komang Indra mengatakan mustahil kalau ia menyebut tanpa biaya sama sekali. Walau begitu sejak awal mulai proses produksi, seluruh tim dan pemeran tak ada yang berhitung soal berapa akan dibayar atau mendapat honor. Bisa dikatakan masalah pembiayaan sangat minim, namun dengan dukungan dari berbai pihak dan sponsor, seluruh proses dapat dilalui. (231)

